Renungan Kemarau Bagi Orang-Orang Yang Lupa

Dahaga menyelimuti beberapa orang dalam perjalanan itu. Terasa panjang jalan setapak yang biasa dilalui orang-orang yang biasa berkebun diperbukitan itu. Kemarin usai sudah tugas mereka menebang pohon di daerah perbukitan yang katanya tidak bertuan itu. Selepas magrib mereka dapat istirahat oleh mandornya, semalam lagi dari satu bulan mereka berada di sana, wajah berseri menyembunyikan kecapean habis kerja seharian, yang ada dalam benak mereka, besok pagi kira-kira jam 10-an gaji hasil jerih payah akan diterima.
Akan tetapi, dalam istirahat yang entah sudah berapa kali dalam perjalanan pulang mereka, terbersit suatu kekhawatiran “akankah kami sampai ke perkampungan, tanpa haus yang sangat?”. Hampir habis jalan setapak bertemulah dengan jalan raya yang sedikit ramai. Ya.., kira-kira waktu itu menunjukan jam setengah empat selepas Ashar. Baru keluar dari mushola pinggir jalan tampak beberapa orang ABG dengan dandanan bak seorang selebritis lewat di hadapan mereka. Dahi mereka mengernyit dalam benak meracau “waduh... mau kemana mereka? Bukankah dilarang oleh agama berpakaian seperti itu malah pejabat juga ada yang melarangnya....”.
Pemikiran tadi hilang sejalan dengan jalan yang harus dilewati mereka masih panjang menuju rumah-rumah mereka. Diiringi terik matahari yang kian condong ke barat, sampai jam 5 sore, matahari masih menyala seakan tidak mau kalah oleh awan-awan hitam yang masih susah berkumpul. Entah sudah berapa liter air mereka teguk, entah sudah berapa kali mereka menyeka keringat, yang pasti tahun ini kemarau belum panjang namun tanah-tanah sudah membelah, padi-padi mereka sudah menguning terpaksa. “akankah kemarau ini berakhir sebentar lagi.?.
Pertanyaan tadi terus berulang dalam benak mereka sehingga sampai di rumah-rumah mereka.  Selepas isya, di suatu rumah mereka terjadi dialog antara suami istri. “kang, tadi sumur kita sudah habis airnya, si Ujang bawa air dari sungai yang jauh di lembah sana” ucap istri, “ya mau gimana lagi, Allah sedang menurunkan ujian kepada kita yang sudah lupa”, jawab suami. “lupa pada apa, kang?”, tanya istri. Sambil mengernyitkan dahi suami itu bergumam, “hemm.., ya lupa bahwa kita belum mendapat ampunan dari Allah, lupa untuk bersukur kepada-Nya, lupa pada orang-orang yang shaleh maupun ulama, lupa akang selalu mencari kambing hitam, lupa bahwa pekerjaan akang pun salah satu penyebab kekeringan ini......”
Beberapa saat mereka hening, lalu terdengar ucapan sang istri, “ya.., kang kalau begitu mari kita tobat, meminta maaf kepada tetanggga-tetangga kita, lalu kita bersihkan rumah dan badan kita...”
INSYA ALLAH........................

Komentar