PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK

Oleh:
ASFRIYATI, SKM
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya. Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial
dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk social untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya.


Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan meupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya. Dalam makalah ini penulis menyajikan mengenai pengaruh keluarga terhadap kenakalan remaja dan beberapa penanggulangannya.

II. PERANAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.
Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam " Apakah peranan masing-masing "
- Peranan ayah:
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.
- Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.
- Peranan anak laki-laki dan wanita.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :
a) Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.
b) Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut.
c) Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah  dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
d) Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan
lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tibatiba
digantikan dengan orang lain.
e) Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari
dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan
sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat
kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
t) Pengenalan didalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal
dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan
efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga.
g) Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup
bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan
kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat
pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah
dibelokkan oleh arus godaan.
h) Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah,
mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional,
mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.
i) Dalarn keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih,
pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki.
j) Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan
kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga
akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam
pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena
beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan
masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.
Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi dernikian pentingnya
peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang menyebabkan peran
keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face
secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti
dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam
hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak
merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan
hubungan emosional antara orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua
memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

III. PENGERTIAN KENAKALAN ANAK/ REMAJA
Kenakalan remaja merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik
norma hukum maupun norma sosial. Menurut Paul Moedikdo,SH kenakalan remaja
adalah :
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi
anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana,
seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk
menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
Adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah
kepada kenakalan remaja :
1. Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut
menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
2. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di
sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak
menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka
menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak
terbimbing.
3. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah
yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini
sering terbawa kepada kegoncangan emosi.
4. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang
berbeda dengan ketakutan anal-anak normal.
5. Anak-anak yang suka berbohong.
6. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah
atau di rumah.
7. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik
terhadap mereka dan sengaja menghambat mereka.
8. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.

IV. PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK
Pengaruh keluarga dalam kenakalan remaja adalah :
1. Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang diamana seorang sedang mengalami saat kritis
sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan.
Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam
proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya,
remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat
dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan
diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin
rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan
realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan
pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh
konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita
dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan
sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru
tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak.
Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga
menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a) Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang
tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah
terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan
kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri
antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau
salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus
sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan
yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada
pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing
tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b) Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar
anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut
justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali
batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu
terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang
perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan
komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa
anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar
bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin
mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih
baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan
kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan
yang sangat penting.
Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa
kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri
sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan.
Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya.
Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum
mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan
kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti
melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c) Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu.
Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh
rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang
dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan
pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan
kehendaknya sendiri.
Suasana perang dingin dapat menimbulkan :
1. Rasa takut dan cemas pada anak-anak.
2. Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan
bingung serta tegang.
3. Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan problem yang
dialami.
4. Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah.
5. Anak-anak berusaha mencari kompensasi semu.
2. Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan
pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari
tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan
mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan
pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu
diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya
adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang
baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu
menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan
citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang
tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah
adalah memanjakan anak.
Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya yaitu :
a) Orang tua anak tersebut dimanjakan oleh orang tuanya pula sehingga
pengalaman itu diwariskan kepada anaknya.
b) Orang tua mempunyai konsep kebahagiaan yang kurang tepat. Misalnya
kebahagiaan diidentik dengan menyenangkan hati anak-anaknya dengan
menuruti semua permintaan mereka dengan memberi barang-barang lux,
uang.
c) Sikap memanjakan dapat disebabkan juga karena orang tua dahulu
mempunyai pengalaman hidup yang pahit dan miskin sehingga mereka ingin
menghindari anak-anak mereka dari situasi yang serba sulit.
d) Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis sehingga tidak mempunyai waktu
senggang yang cukup bagi anak-anaknya. Kegiatan overaktif ini dapat
menimbulkan rasa bersalah bagi orang tua tersebut sehingga mereka
menuruti semua permintaan atau memberikan barang-barang berharga
sebagai substitusi kasih sayang mereka.
e) Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak
mereka. Sikap membedakan biasanya dilatarbelakangi oleh faktor
pandangan/ kebudayaan tertentu misalnya rasa bangga terhadap anak lakilaki.
Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa
perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih
sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan
kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan
saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak melakukan protes
terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kenakalan.
Berbagai cara orang tua dalam mendidik anak yang menggunakan otoriter
dan adapula yang menggunakan demokrasi. Dalam satu keluarga bisa terjadi
perbedaan dalam cara mendidik anak misalnya anak yang satu dididik secara
otoriter dan yang lainnya secara demokratis.
Sikap otoriter yaitu yang menetukan segala-galanya mengenai apa
yang harus dilakukan oleh seorang anak setiap kali anak hanya boleh
melakukan satu jenis perbuatan saja, bersifat personal dalam memberikan
pujian dan celaan dan dalam memberikan bimbingan itu orang tua bersifat
pasif, tidak turut secara aktif. Anak–anak yang orang tuanya otoriter banyak
menunjukkan ciri-ciri pasif (sikap menunggu) dan menyerahkan segala
kepada orang lain. Disamping rasa kecemasan dan mudah putus asa dalam
jiwa anak.
Sikap yang demokratis adalah memberikan kebebasan terlalu besar
kepada anak dalam batas-batas tertentu; secara aktif orang tua ikut serta
dalam memberikan pekerjaan, lebih bersifat objektif dalam memberikan
pujian dan celaan.
b. Anak tidak diberikan pendidikan agama
Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau
mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan
pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau
mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat/mengikuti pendidikan agama akan
cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak
patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan
mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan
remaja.
3. Anak yang ditolak
Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara
psikis. Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh
anak perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak
pungut atau anak dari saudara yang menumpang di rumah mereka. Faktor lain
karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu.
Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga
mereka mudah sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.

V. PENGENDALIAN TERHADAP KENAKALAN ANAK
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari
keluarga merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di
dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil
dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap/cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk
menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan
yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat
memberikan/mengadakan tindakan sebagai berikut :
a) menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b) memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c) pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d) menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu
ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a) Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b) Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c) Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d) Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap/cara yang bersifat represif
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial
yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi
anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang
khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua
terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya
mengambil sikap sebagai berikut :
a) Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya
sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b) Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan
yang menimpa anaknya.
c) Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam
mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu
d) Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.

VI. PENUTUP
Jelaslah bahwa kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun
faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting
karena merupakan lingkungan pertama, lingkungan primer.
Apabila lingkungan keluarga tidak harmonis yaitu menglami hal-hal yang
telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebabkan perceraian,
kebudayaan bisu, dan perang dingin serta kesalahan pendidikan akan berpengaruh
kepada anak yang dapat menimbulkan kenakalan remaja.
Bagaimanapun kenakalan remaja harus dilakukan pengendalian karena
apabila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada masa
yang akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan remaja juga
harus dilakukan dari lingkungan remaja tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Admasasmita, Ramli, 1984, Problema Kenakalan Anak/ Remaja
(Juridis,Sosio,Kriminologis), Armico, Bandung.
2. Ahmadi, H Abu, 1979, Psikologi Sosial, Bina Ilmu, Surabaya.
3. Hamiru la, Ode, 1986, Faktor-Faktor Lingkungan Sosial Dalam Kaitannya
Dengan Remaja Nakal Yang Menyalahgunakan Narkotika Yang Direhabilitasi
Pada Panti Rehabilitasi Korban Narkotika, Surabaya.
4. Mulyono Y, Bambang, 1986, Kenakalan Remaja Dalam Persepektif
Pendekatan Sosiologi, Psikologi, Teologis Dan Usaha Penanggulangan, Andi
Offset , Jakarta.
5. ---------, Masalah Penanggulangan Dan Pembinaan Kenakalan RemajaI
Premanisme, Ariesta Printing, Jakarta.
6. Simanjuntak, B, 1984, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni, Jakarta.
7. Soekanto Soejono, 1981, Memperkenalkan Sosiologi, CV Rajawali, Jakarta.

Komentar