Motivasi dan Pekerjaan

Ada satu yang berkaitan erat dengan kehidupan kita pada saat ini, yaitu: pertanyaan “apa yang menandai perkembangan global saat ini?”, pertanyaan ini bisa dijawab dengan melihat berbagai perkembangan dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Toffler dalam bukunya berjudul Powershifts (dalam Permadi, 2001: 1) mengatakan: “Kekuasaan sekarang telah beralih ke tangan mereka yang banyak mempunyai informasi bukan mereka yang mempunyai modal”.  Apabila dikaji lebih dalam, pada saat ini dunia ilmu pengetahuan semakin maju pesat. Perubahan-perubahan bukan lagi evolusi tetapi semakin mengarah pada revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Diri pribadi manusia sebagai anggota dari suatu populasi global tentunya tidak ingin merasa tertinggal dari perubahan cepat tersebut. Salah satunya dengan meningkatkan daya pikir kita dengan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dalam hal ini adalah program pasca sarjana. Di samping itu, sebagai seorang muslim yang didasari oleh kewajiban menuntut ilmu dari sejak lahir sampai menjelang kematian, maka menuntut ilmu itu harus dilakukan sampai ke tingkat manapun.
Long life education pun ikut mendasari melakukan pencarian ilmu tersebut. Pembelajaran atau pencarian ilmu itu disamping sebagai sebuah kewajiban dari seorang umat beragama juga  sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh semua manusia.  Abraham Maslow (dalam Gomes, 1995: 189-190) melalui Teori The Hierarchy Of Needs menjelaskan bahwa:
1.        Physiological Needs. At the lowest level, but preeminent in inportance when they are thwarted, are physiological needs.
2.        Safety Needs. When the physiological needs are reasonably satisfied, needs at the next higher level begin to dominate man’s behavior to motivate him. These are called SAFETY NEEDS. They are needs for protection againts danger, threat, deprivation.
3.        Social Needs. Whwn man’s physiological needs and safety needs are satisfied and he is no longer fearful about his physical welfare, his social needs become important motivators of his behavior for belonging, for association, for acceptance by his fellows, for giving and receiving freinship and love. Sense of belonging, sense of achievement, sense of participation.
4.        Esteem Needs. Above the social neends in these that they do no become motivator until lower needs are reasonably satisfaied are the needs of greatest significace to management and to man himself. They are the egoistic needs, and they are of two kinds:
·      Those needs that relate to one’s self-esteem need for sel-confidence, for independence, for achievement, for competence, for knowledge;
·      Those needs taht relate to one’s reputation needs for status, for recognition, for appreciation, for the deserved respect of one’s fellows.
5.        Self-actualization Needs. These are the needs for realizing one’s own potentialities, for continued self-development, for being creative in the broadest sense of that term.

Gomes (1995: 191) menyebutkan bahwa teori dari Maslow ini sebagai “........ tingkat-tingkat yang dapat dianalogikan dengan anak-anak tangga, .....”. Hal ini bisa dikatakan bahwa secara logika seorang manusia akan terus memiliki kebutuhan untuk terus berkeinginan memuaskan dirinya dalam setiap jenjang anak tangga. Setelah anak tangga satu bisa dilampaui, manusia akan mencoba atau bahkan berhasrat tinggi untuk melampaui anak tangga berikutnya. Analogi seperti itu bersejajar dengan keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana. Penulis mengartikan bahwa kebanyakan termasuk penulis telah melampaui tangga-tangga tersebut, anak tangga ke 1, 2 dan 3, sehingga hasrat diri memenuhi tangga 4 menjadi dasar untuk melanjutkan pendidikan, for competence and for knowledge. 
Analogi penulis sesuai dari Gomes (1995: 191) dan Joko Wahyu Adi (Kuliah Tanggal 3 April 2010)
Setelah kebutuhan biologis (physiological needs) seperti sandang, pangan terpenuhi dan keamanan (safety needs) telah dilampaui, juga kebutuhan bermasyarakat (social needs) sudah didapat maka kebutuhan memperoleh kehormatan (esteem needs) khsusunya pada aspek  for competence and for knowledge ingin dicapai. Hal ini didasarkan bahwa seorang yang mempunyai kompetensi dan pengetahuan atau gelar dan pendidikan yang tinggi dapat menjadi bekal untuk melanjutkan hidup atau karir diri.
Beberapa ahli mengambarkan bahwa Teori dari Maslow ini sebagai Piramida Kebutuhan, seperti yang digambarkan oleh Handayaningrat (1990: 86), yaitu:

Ahli lain, yaitu Kartono (1994: 90), menggambarkan juga sebagai piramida kebutuhan:

Sebagai gambaran bahwa Teori Maslow ini juga bisa dikoreksi yaitu berdasarkan pada pemikiran Gomes (1995; 191), yaitu: “Padahal dalam kenyataan, berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara simultan, meskipun dengan intensitas berbeda-beda. Perbedaan intensitas tersebut biasanya diwarnai oleh persepsi sesorang tentang kebutuhannya yang paling mendesak untuk dipuaskan pada saat tertentu”.

Hubungan Dengan Pekerjaan
Sebagai seorang tenaga pendidik di jalur non formal di Pusat Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga Wilayah IV Kabupaten Cianjur, selalu berhadapan dengan salah satu tenaga kependidikan lainnya yaitu penilik. Penilik menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 173 ayat (2) huruf b mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: “penilik melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal”
Apabila melihat dari tugas dan tanggung jawab tersebut, penilik merupakan seorang pengawas dan pembina bagi satuan pendidikan nonformal. Akan tetapi, dibalik semua tugas dan tanggung jawabnya itu yang ternyata dirasa berat dengan jam kerja 24 jam perhari, kesejahteraan dan perhatian pemerintah, khususnya di Kabupaten Cianjur terasa kurang.  Tunjangan Penilik dibedakan dengan pembina formal yaitu Pengawas. Penilik merupakan pejabat fungsional tetapi kenyataannya berbeda dengan Pengawas, yaitu usia pensiun disamakan dengan pejabat struktural, 56 tahun dan sekarang Batas Usia Pensiun telah menjadi fungsional murni, yaitu 60 tahun. Akan tetapi, kesejahteraan yang berkaitan dengan kefungsionalannya belum  maksimal diterapkan. Hal ini yang mengakibatkan tidak terjadi efektivitas kerja pada para penilik, di Pusbin PLSPO Wilayah IV Kabupaten Cianjur.
a. Konsep dan Teori Administrasi
Menurut Emerson (dalam Handayaningrat, 1990; 16), “Effectiveness is a measuring in term of attaining prescribed goals or objectives (efektivitas ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya)”.
Setiap program yang diluncurkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur dalam bidang Nonformal selalu kurang efektif bila dilaksanakan di lapangan. Hal ini berkaitan erat dengan atmosfer yang telah terbangun pada para penilik. Mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program mereka sendiri dan jauh berbeda dengan petunjuk pelaksanaan dari atasan. Jam kerja menyesuaikan dengan jam kerja pengawas formal yang hanya 8 jam perhari. Sedangkan objek yang perlu dihadapi oleh mereka adalah masyarakat dalam artian luas yang tidak akan menyesuaikan dengan waktu kerja. Hal ini akan mengakibatkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan dari sebuah program yang dilaksanakan.
Menurut penulis, efektivitas pekerjaan akan dicapai apabila seorang pemimpin dari instansi ini dapat melaksanakan prinsip-prinsip manajemen walaupun sesederhana mungkin. Keberhasilan ini dapat dicapai dimana seorang pemimpin dapat mengorganisasikan instansi yang dipimpinnya. Menurut Terry (dalam Handayaningrat, 1990; 25), pengorganisasian (organizing) adalah “menentukan, mengelompokan dan pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan, penugasan orang-orang dalam kegiatan ini, dengan menetapkan faktor-faktor lingkungan fisik yang sesuai, dan menunjukkan hubungan kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu yang ditugaskan untuk melaksanakan kegaiatan tersebut”.
Seorang pemimpin merupakan penggerak dan jantung dari sebuah organisasi. Hal ini sesuai dengan Kartini (1994; 10) , yaitu:” Maka keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin diraih bergantung pada: Kepemimpinannya; yaitu apakah kepemimpinan tersebut mampu menggerakan semua sumber daya manusia, sumber daya alam, sarana, dana, dan waktu secara efektif-efesien serta terpadu dalam proses manajemen”.
b. Kebijakan Publik
Pemerintah sangatlah tanggap dengan apa yang terjadi dalam pendidikan nonformal ini, walaupun hal ini dipengaruhi oleh aktifnya Ikatan Penilik Indonesia melakukan  pressure terhadap pemerintah. Berbagai audiensi bahkan unjuk rasa telah dilaksanakan oleh kelompok profesi tersebut, mulai dari tingkat daerah sampai ke pusat. Sebagai puncaknya diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang di dalamnya menyamakan profesi penilik dan pengawas formal.
Apabila dikaji dari sudut kebijakan publik, hal ini sesuai dengan pendapat Dye (dalam Widodo, 2007; 11), “Public policy is whatever government choose to do or not to do”. Pemerintah telah mengambil tindakan untuk mengundangkan peraturan tersebut. Pemerintah  telah memilih (choose to do) untuk menanggapi dari problema publik ini.
Selanjutnya pelaksanaan peraturan ini tergantung kepada para pelaksana kebijakan di lapangan. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut tidak hanya berupa hambatan teknis dan administartif belaka melainkan maslah-masalah yang menyangkut kegagalan politik atau yang bersifat politik dapat berpengaruh juga pada pelaksanaan peraturan ini. Santoso (1988: 8) berpendapat, “Bahwa implementasi suatu program tidak hanya bersifat teknis dan administratif belaka. Implementasi kebijaksanaan ternyata melibatkan masalah-masalah politik yang sering menjadi faktor yang mempengaruhi pelaksanaan suatu program”.
Pelaksanaan Peraturan ini bergantung kepada political will para pelaksana kebijakan apalagi dalam era otonomi daerah ini berbagai analisis terhadap peraturan ini semakin beragam. Menurut Widodo (2007: 110) menyatakan, bahwa:” Variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan”.


Referensi
Gomes, Faustino Cardoso, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset ;
Handayaningrat, Soewarno, 1990, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: CV. Haji Masagung;
Kartono, Kartini, 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada;
Permadi, Dadi, 2001, Manajemen Berbasis Sekolah dan Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah, Bandung: PT. Sarana Panca Karya Nusa;
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Santoso, Amir. 1988. Analisis Kebijaksanaan Publik; Suatu Pengantar. Jurnal Ilmu Politik Nomor 3. Jakarta: Gramedia
Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia




Komentar