IV.1 Pentingnya Rencana Strategis Pengembangan PKBM Secara Nasional
Sejak dimulainya PKBM di Indonesia pada tahun 1998 dan pemerintah dalam hal ini melalui Departemen Pendidikan Nasional dan dinas-dinas pendidikan di propinsi dan kabupaten/kota mengembangkan berbagai kebijakan dan program untuk mengembangkan PKBM, banyak ditemukan berbagai permasalahan yang diduga salah satu penyebabnya adalah tidak adanya rencana strategis pengembangan PKBM. Munculnya rumor tentang PKBM ‘siluman’ dan PKBM ‘fiktif’ serta PKBM ‘papan nama’ merupakan salah satu contoh. Dalam kasus ini, yang dimaksud adalah munculnya sejumlah PKBM yang hanya ada di atas kertas laporan namun fakta kegiatannya dan kelembagaannya di lapangan tidak ada atau mungkin hanya sementara saja. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa pihak yang menyalahgunakan program dan niat baik pemerintah dengan memberikan ‘block grant’ sejumlah dana tertentu kepada pihak yang mengaku sebagai PKBM walaupun faktanya bukan. Di sisi lain, dana ‘block grant’ yang telah dikucurkan pemerintah untuk pengembangan PKBM sampai saat ini belum diketahui sejauh mana efektivitasnya dalam rangka pengembangan PKBM. Demikian pula dengan adanya wacana pengembangan PKBM ‘negeri’ dan ‘swasta’ dan sebagainya menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul akibat dari tidak adanya konsep PKBM yang jelas dan tidak adanya perencanaan strategis pengembangan PKBM secara nasional.
IV.2 Membangun Rencana Strategis Pengembangan PKBM Nasional
Rencana strategis pengembangan PKBM secara nasional tentunya harus dilakukan oleh suatu tim yang kapabel, kredibel dan memiliki komitmen yang tinggi bagi pengembangan PKBM di Indonesia. Tim ini seyogyanya adalah tim yang dibentuk oleh otoritas nasional dan bertanggungjawab kepada pimpinan nasional di bidang pendidikan. Apabila pemerintah sungguh-sungguh berkehendak untuk memberikan perhatian kepada pendidikan non formal, sudah selayaknyalah apabila tim ini dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Menteri Pendidikan Nasional. Tim ini haruslah berisikan berbagai pihak setidaknya para ahli dibidang pendidikan luar sekolah yang betul-betul telah memiliki pengalaman penelitian yang cukup memadai tentang PKBM, para praktisi yang telah memiliki pengalaman dalam membangun dan mengembangkan PKBM yang relatif cukup baik, pejabat pemerintahan di pusat dan daerah yang telah memiliki pengalaman yang memadai dalam mengelola berbagai program dan proyek yang berkaitan dengan pengembangan PKBM.
Dalam melaksanakan tugasnya tim ini perlu menyusun kerangka kerja yang sistematis dan melibatkan seluruh pihak yang terkait. Pendekatan yang digunakan dapat mengkombinasikan antara pendekatan top-down dan bottom-up. Semua pihak yang terkait haruslah dilibatkan dalam proses penyusunan rencana strategis ini. Mulai dari para pengelola PKBM, tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dengan kegiatan-kegiatan PKBM, para warga belajar dan alumninya, para tutor, para penilik, para pejabat pendidikan luar sekolah di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan pusat, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) dan Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP), para ahli pendidikan luar sekolah, dan sebagainya. Penyusunan rencana strategis ini juga membutuhkan proses penelitian dan pemetaan keberadaan dan perkembangan PKBM yang telah ada sebelumnya serta membutuhkan survai yang dilakukan kepada berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) PKBM. Dalam survai tersebut perlu digali lebih jauh berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam PKBM, impact yang telah diberikan PKBM kepada komunitasnya, mutu dan relevansi berbagai program yang diselenggarakan oleh PKBM serta kemandirian dan keberlanjutan PKBM. Survai ini juga perlu melibatkan seluruh komponen PKBM. Dalam rencana strategis pengembangan PKBM Nasional ini hendaknya tercakup berbagai aspek yang ada di PKBM.
IV.3 Beberapa Alternatif Program Strategis Pengembangan PKBM di
Indonesia
1. Pengembangan kelembagaan dan manajemen PKBM.
Mengingat PKBM saat ini telah diakui sebagai salah satu satuan pendidikan non formal menurut Undang-undang sistem pendidikan nasional, perlu segera dipikirkan bagaimana pemerintah memahami, mengakomodasi, mengarahkan, memfasilitasi, memotivasi, mengembangkan, dan mendukung pembentukan, penyelenggaraan, pengembangan, pembinaan dan pengawasan PKBM di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu dibutuhkan suatu pegangan bersama seluruh pihak bagaimana memandang, memahami dan menempatkan kelembagaan dan manajemen PKBM. Hal ini sangat penting dalam rangka bagaimana menempatkan posisi, peran dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat dalam rangka pengembangan PKBM ini lebih lanjut.
Bagaimana bentuk kelembagaan PKBM itu? Apakah PKBM harus berbadan hukum? Bagaimana bentuk badan hukumnya? Apakah perlu diseragamkan? Siapa saja yang berhak mendirikan PKBM, dimana saja boleh didirikan PKBM, apa saja persyaratan pendirian PKBM, apakah pendirian PKBM membutuhkan perijinan? siapa saja yang berwenang merekomendasikan dan mengijinkan pendirian PKBM, bagaimana prosedur perijinan PKBM, bagaimana persyaratan penyelenggaraan program di PKBM, bagaimana kita menilai kinerja suatu PKBM, dan sebagainya. Apakah PKBM dapat dimiliki oleh perorangan atau apakah kita akan mengembangkan PKBM sebagai suatu lembaga milik komunitas, Community college. Kalau merupakan lembaga milik komunitas bagaimana bentuk pertanggungjawabannya selanjutnya. Apakah diperlukan pengaturan penyeragaman bentuk kelembagaan dan manajemen PKBM? Ataukah hal-hal seperti ini diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing komunitas? Apa saja dan sejauh mana peran pemerintah baik kabupaten/kota, propinsi maupun pusat dalam rangka mendukung, memfasilitasi, mengembangkan, membina dan mengawasi PKBM? Sebaliknya apa saja dan sejauhmana peran masyarakat? Dan masih banyak pertanyaan lain yang dapat dikembangkan. Semua pertanyaan tersebut merupakan hal yang harus segera dijawab dalam rangka pengembangan kelembagaan PKBM dan manajemen PKBM.
Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, kritis dan menyeluruh. Hal ini sangat penting agar maksud baik pengembangan kelembagaan dan manajemen PKBM ini benar-benar efektif dan tidak sebaliknya dapat menjadi kontra produktif. Untuk menyusun format standard kelembagaan PKBM perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta para ahli yang benar-benar mendalami secara langsung praktek-praktek penyelenggaraan PKBM secara luas. Disamping itu, perlu disadari bahwa apapun yang dihasilkan haruslah tidak dianggap sebagai rumusan yang kaku namun tetap membuka kemungkinan untuk adanya dinamika dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.
Agar pengembangan kelembagaan PKBM tidak salah arah, beberapa hal berikut perlu diperhatikan secara seksama :
- Harus dapat memberikan jaminan keberlangsungan dan perkembangan PKBM sebagai suatu gerakan masyarakat di tingkat akar rumput yang berkembang secara luas di tengah-tengah masyarakat
- Menghindari terperosok ke arah penciptaan birokrasi baru yang menghambat kreativitas dan inovasi masyarakat dalam membangun dan mengembangkan dirinya melalui PKBM
- Memberikan adanya kepastian dan perlindungan hukum bagi seluruh kegiatan PKBM
- Membangkitkan dan mendorong partisipasi yang luas dan berbobot anggota masyarakat dalam PKBM
- Meningkatkan kemungkinan untuk kemitraan yang luas dan fleksibel dengan berbagai pihak baik pemerintah dengan berbagai sektor dan instansinya, maupun dengan berbagai lembaga non pemerintah baik lokal, nasional dan internasional, dengan dunia usaha, dengan lembaga-lembaga pendidikan, sosial, budaya maupun keagamaan
- Mencerminkan dan mewujudkan implementasi konsep PKBM yang utuh dan menyeluruh
- Membangkitkan inspirasi dan stimulasi bagi seluruh pemangku kepentingan PKBM untuk mengembangkan PKBM ke arah yang lebih baik dikemudian hari, yaitu PKBM yang lebih partisipatif, lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar, lebih bermutu serta PKBM yang mandiri dan berkelanjutan.
Pengembangan manajemen PKBM juga merupakan salah satu bagian inheren dari pengembangan kelembagaan PKBM. Dalam hal ini perlu dipikirkan apakah perlu suatu penyeragaman bentuk manajemen PKBM ataukah diserahkan kepada masing-masing komunitas untuk menyusunnya. Perlu dikembangkan parameter-parameter untuk mengukur kinerja manajemen suatu PKBM. Dengan menggunakan parameter tersebut dapat dipetakan kondisi umum PKBM secara nasional dan dapat dikembangkan perencanaan pengembangan kelembagaan dan manajemen PKBM ini selanjutnya secara nasional. Penguatan kemampuan manajemen PKBM dapat meliputi penguatan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi PKBM. Demikian pula, mengingat konsep PKBM yang mencakup tiga bidang area kegiatan, maka pengembangan manajemen PKBM juga tentulah meliputi pengembangan sistem dan kemampuan manajemen dalam tiga bidang area manajemen pembelajaran, manajemen usaha dan manajemen masyarakat.
Walaupun secara umum prinsip-prinsip manajemen memiliki kesamaan, namun dalam pelaksanaannya banyak ditemukan keunikan manajemen untuk berbagai kegiatan yang ada. Bahkan tidak jarang dikembangkan berbagai sistem atau metoda serta prinsip-prinsip manajemen yang khusus untuk suatu kegiatan yang spesifik. Demikian pula manajemen pembelajaran, manajemen usaha maupun manajemen masyarakat yang dikembangkan di PKBM membutuhkan penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Manajemen pembelajaran dijumpai di sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan berbagai lembaga pendidikan lainnya. Di beberapa perguruan tinggi yang memiliki fakultas pendidikan tidak jarang juga memiliki jurusan atau program studi manajemen pendidikan. Namun perlu dikritisi apakah manajemen pendidikan yang dikembangkan tersebut dapat secara utuh diterapkan dalam manajemen pembelajaran luar sekolah ataupun yang bersifat pendidikan non formal. Program-program pembelajaran di PKBM pun sangat luas keragamannya dan tidak jarang hanya ada dan dikembangkan untuk suatu komunitas tertentu saja. Oleh karenanya manajemen pembelajaran yang dibutuhkanpun tentu perlu disesuaikan pula. Untuk itu perlu dikembangkan pula kajian-kajian akademik dalam rangka mengembangkan manajemen pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh berbagai PKBM. Pengembangan sistem dan operasional manajemen PKBM haruslah mempertimbangkan hal-hal tersebut secara dinamis.
Manajemen usaha biasa dilakukan oleh para penguasaha dan manajer suatu perusahaan atau unit usaha tertentu. Manajemen usaha juga telah berkembang ke dalam berbagai bidang keilmuan manajemen yang lebih khusus seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumberdaya manusia, manajemen produksi, manajemen sistem informasi, manajemen mutu manajemen logistik, manajemen produk dan sebagainya. Pengembangan manajemen PKBM dibidang usaha juga dapat memanfaatkan berbagai keilmuan manajemen usaha tersebut. Namun perlu dipikirkan sejauhmana berbagai sistem manajemen tersebut dapat diimplementasikan dalam manajemen usaha di PKBM. Karakter PKBM yang bersifat kekeluargaan dan kebersamaan dalam kemajuan cenderung menyerupai sifat-sifat koperasi. Namun itu tidak berarti bentuk kelembagaan usaha di PKBM harus secara otomatis berbentuk koperasi. Namun, apa pun bentuk kelembagaan usaha yang digunakan di PKBM, jiwa kebersamaan dan kekeluargaan haruslah menentukan sistem dan operasionalisasi manajemen usaha yang dikembangkan dalam dan oleh PKBM.
Manajemen masyarakat dan mobilisasi masyarakat serta manajemen pengembangan masyarakat sering digunakan oleh aparatur pemerintahan dalam memimpin masyarakatnya seperti lurah, kepala desa, camat, juga lazim digunakan oleh para pekerja sosial dalam memotivasi masyarakat dan menggerakkan masyarakat untuk mengubah perilaku sosialnya dan organisasi-organisasi masyarakat dalam menggerakkan masa. Kemampuan ini juga merupakan hal yang harus dikembangkan dan diperkuat dalam manajemen PKBM. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar bersedia mengikuti proses pembelajaran yang bermanfaat bagi kehidupan mereka terutama bagi orang dewasa. Sebagai contoh, orang dewasa yang buta aksara tidak jarang yang menolak untuk mengikuti proses pemberantasan buta aksara, demikian juga pendidikan kesadaran hukum dan lingkungan, dan sebagainya. Demikian pula untuk menarik partisipasi masyarakat terlibat mendukung keberlangsungan dan pengembangan PKBM membutuhkan kemampuan manajemen masyarakat yang baik. Tanpa memiliki kemampuan manajemen masyarakat yang baik juga akan sulit dilakukan identifikasi dan pemetaan kebutuhan dan potensi suatu komunitas dengan akurat dan lengkap yang sangat diperlukan bagi pengembangan program-program dan kelembagaan PKBM.
Peningkatan kapasitas manajemen PKBM dapat dilakukan dengan memperkuat kemampuan PKBM dalam seluruh parameter kinerja PKBM sesuai konsep PKBM. Untuk itu dapat dilakukan pengembangan kemampuan PKBM dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di PKBM tersebut. Begitu pula perlu dikembangkan instrumen manajemen serta sistem dan prosedur yang memungkinkan bentuk-bentuk partisipasi tersebut dalam seluruh aspek manajemen PKBM mulai perencanaan, pelaksanaan dan koordinasi, pengendalian serta pengawasan. Disamping itu dapat juga dikembangkan kemampuan melatih masyarakat agar dapat berpartisiasi secara lebih efektif. Peningkatan manfaat bagi masyarakat dapat dilakukan dengan mengembangkan kapasitas personalia PKBM dalam melakukan analisis keutuhan masyarakat, memetakan potensi masyarakat, mngembangkan program yang inovatif dan efektif dan sebagainya. Peningkatan mutu dan relevansi program dapat dilakukan dengan penguatan sarana dan prasarana penguatan ketenagaan serta peningkatan kompetensi para pengelola dan pelaksana program. Peningkatan kemandirian dan keberlanjuan dapat dilakukan dengan mengembangkan sumber-sumber pendanaan PKBM baik dari masyarakat setempat, usaha PKBM maupun kemitraan dengan lembaga-lembaga donor, peningkatan kapasitas dan efektivitas kepemimpinan di PKBM, peningkatan kapasitas sistem manajemen, peningkatan kaderisasi kepemimpinan, serta pendidikan bagi masyarakat setempat agar memposisikan PKBM dan pembelajaran masyarakat sebagai suatu kebutuhan yang harus terus-menerus hidup dan berkembang di masyarakat tersebut
Pengembangan manajemen PKBM dapat juga dilakukan dengan menggunakan suatu standar umum manajemen PKBM yang dapat dikembangkan secara nasional. Dalam standar umum ini perlu secara tegas, lengkap dan terinci tercakup seluruh parameter kinerja PKBM sesuai konsep PKBM yaitu meliputi tingkat partisipasi masyarakat, impact bagi masyarakat, mutu dan relevansi program serta kemandirian dan keberlanjutan lembaga. Untuk itu perlu dikembangkan secara lebih operasional variabel-variabel yang lebih mengungkapkan masing-masing parameter tersebut secara lebih khusus baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Beberapa pendekatan umum pengembangan manajemen suatu organisasi ataupun lembaga dapat pula digunakan untuk mengembangkan manajemen PKBM. Diantaranya adalah konsep dan sistem Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management serta International Standart Organization (ISO 9000). Untuk itu dapat dibentuk suatu proyek dan tim nasional pengembangan manajemen PKBM..
1. Pengembangan Ketenagaan PKBM
Kemajuan suatu PKBM sangat ditentukan oleh mutu dan kuantitas tenaga yang terlibat di dalamnya. Dalam perspektif pendidikan nasional, ketenagaan di PKBM dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Yang dimaksud dengan tenaga pendidik adalah seluruh pihak yang secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi pengelolaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, meliputi tutor, instuktur, nara sumber teknis, guru, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah seluruh pihak yang berperan mendukung proses pembelajaran secara tidak langsung yang meliputi tenaga teknis laboratorium, teknologi informasi, perpustakaan dan sebagainya termasuk juga para tenaga administrasi dan manajerial pengelolaan program dan lembaga.
Pengembangan ketenagaan di PKBM haruslah diletakkan dalam dua kerangka yang seimbang yaitu kerangka penguatan kelembagaan PKBM dan kerangka peningkatan mutu dan relevansi program. Tanpa adanya lembaga yang kuat sulit diharapkan diperoleh program PKBM yang bermutu dan relevan bagi masyarakatnya demikian pula tanpa program yang bermutu dan relevan keberadaan PKBM akan artifisial dan tidak bermakna bagi masyarakat sehingga akan dengan cepat ditinggalkan oleh masyarakat. Oleh karenanya pengembangan ketenagaan di PKBM hendaknya tidak hanya condong pada salah satu kerangka saja.
Dalam pengembangan ketenagaan ini perlu dipilah terlebih dahulu struktur ketenagaan yang ada di PKBM. Struktur ketenagaan sangat ditentukan oleh struktur kelembagaan dan manajemen, program-program yang diselenggarakan, serta ciri-ciri khusus yang ada dalam suatu PKBM ataupun suatu komunitas tertentu dimana PKBM tersebut berada. Setelah itu dapat dilakukan analisis jabatan. Dari sana dapat diketahui kebutuhan ketenagaan yang ada, kualifikasi, kompetensi, dan sebagainya.
Dalam kerangka penguatan mutu dan relevansi program ada beberapa program yang dapat dikembangkan segera sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang termasuk dalam kategori ini adalah program pendidikan keaksaraan bagi orang dewasa buta aksara, program pendidikan kesetaraan terutama dalam kerangka penuntasan wajib belajar dan program pendidikan anak usia dini. Pengembangan ketenagaan dalam kategori ini dapat diseragamkan secara nasional setidaknya dalam beberapa kelompok situasi kondisi tertentu. Disamping kategori program prioritas pemerintah dapat juga dikembangkan bagi program-program khusus tertentu misalnya program keterampilan hidup bagi para petani dan komunitas pertanian, nelayan dan komunitas perikanan dan kelautan, juga pengembangan ketenagaan bagi komunitas khusus seperti anak-anak jalanan, komunitas rawan narkoba, komunitas napi dan eks napi dan sebagainya.
Dalam rangka pengembangan ketenagaan ini perlu juga dikembangkan ketersediaan tenaga di PKBM. Sampai saat ini sebagian besar tenaga yang berpartisipasi di PKBM baik dalam rangka penyelenggaraan dan pengelolaan maupun dalam rangka pelaksanaan program merupakan tenaga paruh waktu. Perlu dikembangkan adanya tenaga-tenaga penuh waktu yang secara profesional berkarya di PKBM baik sebagai tenaga kependidikan maupun sebagai tenaga pendidik baik dalam rangka penguatan lembaga dan manajemen maupun dalam rangka penguatan mutu dan relevansi program.
Permasalahan utama yang dihadapi untuk mendapatkan tenaga profesional penuh waktu adalah dukungan pendanaan bagi kesejahteraan dan sebagai kompenasasi profesionalnya. Perlu dikembangkan upaya-upaya penggalangan dana baik dari partisipasi masyarakat setempat, dari hasil laba usaha PKBM, dari dukungan mitra-mitra yang perduli maupun dari pembiayaan anggaran pemerintah. Pendanaan dari partisipasi masyarakat dapat dikembangkan berdasarkan musyawarah mufakat warga yang dapat berupa iuran warga ataupun bentuk lainnya. Pengelolaan usaha PKBM secara profesional diharapkan dapat menghasilkan laba usaha yang cukup memadai untuk membiayai tenaga penuh waktu yang bekerja secara profesional di PKBM. Pendanaan dari mitra dapat dilakukan dengan berbagai cara-cara yang inovatif, misalnya mengembangkan pola-pola ‘Sahabat PKBM’, yaitu komitmen pribadi secara berkala memberikan donasi bagi pembiayaan tenaga profesional penuh waktu di suatu PKBM tertentu dan upaya ini dapat dikelola secara nasional. Tentunya pengelolaan dana ini membutuhkan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi serta dikelola oleh orang-orang yang berdedikasi dan integritas tinggi. Dapat juga dikembangkan program nasional penempatan tenaga penuh waktu profesional di PKBM melalui program penempatan Relawan Profesional Berjangka (RPB). Dapat dibentuk suatu Badan otonom, baik oleh pemerintah maupun oleh non pemerintah untuk mengelola program ini. Badan ini berfungsi menyusun sistem dan melakukan penempatan, penilaian kinerja, perekrutan dan pelatihan serta pembayaran kompensasi tenaga RPB yang diberi kompensasi yang memadai. Khusus pembiayaan ketenagaan yang berasal dari pembiayaan pemerintah dapat dikembangkan melalui dana bantuan atau subsidi bagi tenaga penuh waktu yang ada di PKBM maupun melalui penempatan pegawai negeri sipil yang ditugaskan dan diperbantukan sebagai tenaga fungsional di PKBM. Penempatan pegawai negeri sipil ini dapat belajar dari pola penempatan pegawai negeri sipil di berbagai perguruan tinggi swasta melalui kopertis.
2. Pengembangan program PKBM
Inti keberadaan PKBM dalam suatu komunitas adalah adanya kegiatan-kegiatan di tengah-tengah masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu kehidupan komunitas tersebut dalam arti luas, baik dari sudut ekonomi, sosial, dan sebagainya. Keberadaan kelembagaan, manajemen dan ketenagaan yang baik haruslah dalam rangka terwujudnya program-program dan kegiatan PKBM yang sesuai dan menjawab secara efektif kebutuhan komunitas tersebut. Oleh karenanya pengembangan program PKBM merupakan salah satu program pengembangan PKBM yang strategis. Pengembangan program ini dapat meliputi peningkatan kapasitas dalam melakukan inovasi program, peningkatan kapasitas dalam melakukan identifikasi kebutuhan masyarakat (need assesment) dan dalam pemetaan potensi masyarakat, Peningkatan kapasitas dalam perencanaan program dan manajemen mutu program, Peningkatan kapasitas dalam ‘participatie program planning dan sebagainya.
Salah satu program yang mendesak dikembangkan di PKBM adalah proram pendidikan kesetaraan. Program ini mendesak untuk dikembangkan lebih lanjut mengingat beberapa faktor berikut, yaitu :
- Dengan digunakannya jalur pendidikan kesetaraan sebagai alternatif bagi para murid sekolah yang tidak mampu lulus dalam ujian nasional menyebabkan pendidikan kesetaraan menjadi perhatian nasional dan memberi pengaruh kepada jauh lebih banyak pihak
- Penuntasan program nasional wajib belajar juga membutuhkan dukungan keberadaan pendidikan kesetaraan terutama Paket A dan Paket B
- Karakteristik pendidikan kesetaraan sebagai pendidikan non formal akan selalu menjadi alternatif bagi sebagian anggota masyarakat yang karena situasi dan kondisinya tidak memungkinkan mengikuti pendidikan formal melalui sekolah
- Semakin meningkatnya ‘home schooling’ di tengah-tengah masyarakat karena alasan teknis, filosofis dan ideologis, membutuhkan jembatan penyetara (dalam hal ini melalui pendidikan kesetaraan) agar dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional dan mendapat pengakuan nasional
Beberapa pemikiran yang dapat dipertimbangkan dalam rangka pengembangan program pendidikan kesetaraan adalah :
- Peningkatan pengawasan pelaksanaan dan penilaian ujian kesetaraan sehingga menutup kemungkinan terjadinya praktek-praktek kecurangan, ketidakjujuran, manipulasi dan sebagainya baik yang dilakukan oleh peserta ujian, bantuan pihak lain, maupun justru yang dilakukan bekerjasama dengan oknum-oknum aparatur pemerintahan baik di daerah maupun pusat baik secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif terorganisir.
- Peningkatan kemungkinan warga masyarakat yang telah memenuhi persyaratan kemampuan akademik untuk dapat mengikuti ujian nasional tanpa terhalangi oleh persyaratan administratif maupun prosedural birokratik
- Peningkatan akses semua warga masyarakat mengikuti ujian nasional secara lebih mudah, murah dan kapan saja serta dengan mendapatkan hasil penilaian yang cepat dengan menggunakan dukungan teknologi informasi.
- Pembaharuan kebijakan kurikulum pendidikan kesetaraan agar lebih diarahkan pada pendidikan bermatapencaharian sedangkan aspek lainnya diberikan minimalis dengan menggunakan prinsip yang digunakan pada pendidikan formal khususnya pendidikan kejuruan.
- Perlu dikembangkan proyek percontohan suatu program pendidikan kesetaraan yang didukung oleh seluruh sarana dan prasarana lengkap seperti gedung, meubelair, laboratorium, perpustakaan, administrasi serta tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan yang profesinal dan mendapat kesejahteraan yang memadai. Hanya perbedaan satu-satunya dengan persekolahan yang bermutu hanya dalam pendekatan dan kurikulum yang digunakan yang sepenuhnya mengikuti pendekatan pendidikan non formal. Jika berhasil diharapkan proyek ini akan dianjukan dengan program yang sejenis yang lebih luas.
Program pendidikan keaksaraan juga merupakan program strategis yang perlu dikembangkan lebih sungguh-sungguh mengingat target pemberantasan buta aksara ini merupakan target nasional, merupakan bagian dari komitmen global dan menyangkut hal sangat mendasar bagi kemanusiaan. Salah satu pemikiran yang dapat dikaji dan dikembangkan lebih lanjut dalam penuntasan buta aksara adalah dengan menggabungkan pendekatan fungsional yang selama ini dikembangkan dengan pendekatan wilayah. Pemikiran dasar dari gagasan ini adalah bagaimana memposisikan penuntasan buta aksara ini lebih sebagai pemberantasan ‘epidemi’ yang berbahaya dan telah meluas. Berdasarkan pemikiran tersebut disamping kombinasi pendekatan fungsional dan pendekatan wilayah, juga tidak hanya membangun sistem pemberantasannya saja tetapi juga harus disertai oleh pembangunan sistem deteksi dan pencegahan serta sistem pengendalian yang efektif. Desa atau kelurahan dapat digunakan sebagai satuan wilayah terkecil yang memiliki secara utuh sistem deteksi dan pencegahan, sistem pemberantasan, dan sistem pengendalian. Untuk itu dapat dikembangkan konsep desa bebas buta aksara dimana jumlah buta aksaranya telah minimal dan seluruh sistem tersebut beroperasi secara efektif.
Ada banyak program lain yang dapat dikembangkan secara nasional melalui dan di dalam PKBM. Beberapa program yang dapat dikembangkan antara lain:
- Program pendidikan anak usia dini
- Program penciptaan dan peningkatan penghasilan (income generating program)
- Program pendidikan lingkungan
- Pengembangan unit usaha PKBM
- Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for sustainable development)
- Pendidikan hukum, politik dan kewarganegaraan
- Pengembangan pemuda dan olah raga
- Pegembangan sosial dan budaya
- Pendidikan prevensi narkoba, HIV/AIDS dan penyakit sosial lainnya
- Pendidikan pasca rehabilitasi narkoba, anak jalanan, ex-napi, ex-prostitusi
- Pembangunan pertanian dan perikanan serta kehutanan
- Pembanguan masyarakat padat penduudk dan buruh di perkotaan
- Pembangunan higienitas, kesehatan masyarakat dan gizi
3. Pengembangan Sarana dan Prasarana PKBM
Ketersediaan sarana dan prasarana dalam jumlah dan mutu yan memadai sangat menentukan keberhasilan suatu PKBM dalam mencapai tujuannya. Oleh karenanya program pengembangan sarana dan prasarana PKBM merupakan salah satu program strategis pengembangan PKBM di Indonesia. Pengembangan sarana dan prasarana sangat penting dilaksanakan setelah kelembagaan dan manajemen suatu PKBM tertata dengan baik. Penting adanya kelembagaan dan manajemen PKBM yang baik sebelum pengembangan sarana dan prasarana didasarkan atas beberapa pertimbangan berikut :
- pengadaan sarana dan prasarana biasanya membutuhkan dukungan pendanaan yang cukup besar oleh karenanya perlu dipastikan bahwa sarana dan prasarana tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dana yang dikeluarkan tidak sia-sia tetapi keefektivitasannya tinggi
- Sarana dan prasarana yang diberikan kepada PKBM harus dijamin jatuh ke tangan pengelola yang tepat serta digunakan sepenuhnya untuk semaksimal mungkin manfaat bagi masyarakat setempat yang paling membutuhkan
- Sarana dan prasarana yang diberikan bagi PKBM perlu dikelola dan dipelihara secara maksimal untuk itu dibutuhkan adanya lembaga penanggungjawab yang jelas serta manajemen yang berjalan baik
- Pengadaan sarana dan prasarana tersebut penting untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat setempat untuk pengadaannya, untuk itu perlu adanya kelembagaan dan manajemen yang dapat dipercaya masyarakat dan meyakinkan bahwa semua itu akan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat
- Pengadaan sarana dan prasarana dari anggaran pemerintah perlu mempertimbangkan secara seksama bahwa sarana dan prasarana tersebut tidak menjadi aset milik perorangan
- Pengadaan sarana dan prasarana oleh pemerintah perlu mempertimbangkan adanya dukungan pendanaan pendamping atau sumbangan sarana dan prasarana pendamping dari masyarakat tersebut atau sumbangan pihak ketiga untuk meyakinkan adanya rasa tanggungjawab masyarakat bagi pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut.
IV.4 Berbagai Peran Dalam Pengembangan PKBM di Indonesia
Dalam rangka membangun sinergitas antara berbagai kalangan yang terkait dengan PKBM dan dalam rangka memaksimumkan upaya dan peran serta seluruh pihak yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan PKBM, sangatlah penting dikembangkan alternatif terbaik pembagian peran yang efektif dan terpadu antara seluruh pihak mulai dari pemerintah maupun masyarakat, mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah. Di tingkat pusat perlu dilibatkan pihak legislatif maupun eksekutif dan masyarakat, termasuk BP-PLSP serta Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda dan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non Formal Ditjen Mutendik, serta Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi PKBM Indonesia. Di tingkat Propinsi perlu melibatkan Dinas Pendidikan Propinsi, BPKB, Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi dan Dewan Pengurus Wilayah Forum Komunikasi PKBM Indonesia. Di tingkat Kabupaten/Kota perlu melibatkan Dinas Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota dan Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota Forum Komunikasi PKBM Indonesia, Penilik, dan sebagainya.
Peran dan keterkaitan berbagai sekor pemerintahan dengan PKBM juga perlu diakomodasikan dan dikoordinasikan dengan baik. Berbagai instansi pemerintah yang secara langsung berkaitan dengan PKBM antara lain :
- Departemen Sosial
- Departemen Hukum dan HAM
- Departemen Tenaga Kerja
- Departemen Koperasi dan UKM
- Departemen Kesehatan
- Departemen Perindustrian dan Perdagangan
- Departemen Pertanian
- Departemen Kehutanan
- Departemen Perikanan dan Kelautan
- Departemen Lingkungan Hidup
- Kementerian Pemuda dan Olah Raga
- Kementerian Penanggulangan Kemiskinan dan Daerah Tertinggal.
IV.5 Contoh Analisis SWOT, Visi, Misi dan Target 5 Tahun Pengembangan
PKBM di Indonesia
IV.5.1 Contoh Hasil Analisis SWOT Pengembangan PKBM di Indonesia
Berikut ini adalah salah satu contoh hasil analisis SWOT pengembangan PKBM di Indonesia berupa draf yang dihasilkan oleh rapat pengurus DPP FK PKBM Indonesia dalam rangka menganalisis situasi eksternal dan internal dalam merumuskan peran FK PKBM Indonesia dalam pengembangan PKBM selanjutnya.
STRENGTH (KEKUATAN)
· Adanya lebih dari 3.000 PKBM di seluruh Indonesia.
· Adanya success story sejumlah PKBM ‘model’ yang cukup baik dalam hal partisipasi, impact, mutu & relevansi, kemandirian, dan keberlanjutan dan untuk skala tertentu telah ‘terbukti’ mampu mengatasi kebodohan, kemiskinan, dan membangun kesetiakawanan.
· Adanya success story sejumlah alumni PKBM yang telah ‘berhasil’.
· Besarnya jumlah anggota masyarkat yang telah ‘menikmati’ kehadiran PKBM.
· Kemampuan PKBM dalam mengakomodasikan berbagai program yang dibutuhkan masyarakat secara simultan.
· Karakteristik PKBM sebagai wahana pendidikan non-formal yang memiliki sifat fleksibel, serta adanya 3 dimensi pembelajaran, usaha, dan pengembangan masyarakat memungkinkan beradaptasi dengan beragam kebutuhan, keunikan dan kepentingan.
· Diakuinya PKBM dalam Undang-Undang Sisdiknas sebagai satuan pendidikan non formal.
· Fakta bahwa PKBM telah beroperasi dalam berbagai latar belakang komunitas seperti komunitas pertanian, komunitas nelayan, komunitas perambah hutan, komunitas masyarakat ‘urban’, komunitas santri, komunitas anak jalanan, komunitas napi/ex, komunitas prostitusi/ex membuktikan kekuatan PKBM sebagai generic model untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat secara luas.
· PKBM telah dikenal secara luas di Negara-negara Asia Pasifik, khususnya Jepang telah memberi impact yang besar bagi kemajuan masyarakatnya.
· Adanya anggaran pemerintah baik dari pusat maupun daerah untuk mendukung PKBM.
· Adanya Forum PKBM di 28 propinsi dan di sejumlah besar Kabupaten/Kota di Indonesia dan sudah dimulainya jaringan PKBM Asia Pasifik.
· Pengalaman 3 tahun FK-PKBM dengan segala kegagalan dan keberhasilannya menjadi pelajaran yang berharga bagi kemajuan mendatang.
WEAKNESS (KELEMAHAN)
· Sebagian besar masyarakat dan birokrasi pemerintah masih belum mengenal PKBM baik konsepnya, kiprahnya dan potensinya.
· Sebagian besar PKBM masih memiliki personalia, sarana dan prasarana yang sangat terbatas baik dalam hal kuantitas maupun kualitas serta memiliki sistem manajemen dan kepemimpinan yang masih lemah.
· Adanya indikasi yang kuat cukup banyak PKBM yang berdiri dengan motivasi utama agar memperoleh dana dari pemerintah untuk kepentingan pribadi sehingga kurang perduli terhadap pelaksanaan dan mutu program yang menimbulkan citra yang negatif bagi PKBM.
· Adanya indikasi yang kuat masih kentalnya budaya KKN dalam birokrasi pemerintahan serta dalam pendistribusian anggaran pemerintah khususnya yang terkait dengan PKBM.
· Usia PKBM dan FK-PKBM yang masih sangat muda sehingga masih sangat kurang kader-kader yang militan untuk memajukan PKBM
· Kondisi geografis dan infrastruktur yang kurang baik secara nasional
· Sebagian besar stakeholder pendidikan masih memandang sebelah mata terhadap pendidikan non formal dan masih men’dewa’kan pendidikan formal.
· Banyaknya permasalahan dan rendahnya mutu pendidikan formal sehingga membuat pendidikan non-formal menjadi alternatif yang menarik bagi masa depan pendidikan
· Adanya tiga dimensi PKBM yaitu pembelajaran, usaha dan pengembangan masyarakat memungkinkan untuk menarik partisipasi masyarakat dan dukungan lembaga-lembaga donor yang lebih luas
· Adanya komitmen global dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang implementasinya di tingkat akar rumput sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM
· Adanya komitmen global tentang Education For All dan Life long Learning yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM
· Berbagai isu-isu global seperti masalah pengurangan kemiskinan, permasalahan lingkungan, pengarus utamaan gender, korban narkoba, HIV/AIDS, pendidikan inklusif, trafficking, pendidikan HAM, demokratisasi, multikulturalisme, Education for Sustainability Development. penanganan korban bencana alam dan daerah konflik, dsb. Sebagian besar implementasinya dapat dilakukan melalui pendekatan PKBM.
· Berbagai isu nasional seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan masyarakat miskin, pembudayaan anti korupsi, tingginya tingkat putus sekolah, tingginya tingkat buta aksara, rendahnya tingkat partisipasi PAUD, dsb. Sebagian besar dapat diimplementasikan melalui pendekatan PKBM
· Menurunnya kepercayaan lembaga-lembaga donor internasional dalam menyalurkan dana bantuannya terhadap pembangunan masyarakat melalui birokrasi pemerintahan memungkinkan penyalurannya dilakukan melalui PKBM.
· Banyaknya lembaga-lembaga lokal, nasional, dan internasional yang memberikan keperdulian terhadap persoalan-persoalan pendidikan, kemiskinan dan pengembangan masyarakat.
· Adanya kebijakan pemerintah agar BUMN mengalokasikan sebagian keuntungannya bagi dana pengembangan masyarakat
· Adanya sejumlah perusahaan menengah maupun besar yang memiliki kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) dan mengalokasikan dana secara konsisten untuk itu.
· Adanya kebutuhan berbagai perusahaan besar untuk membangun keamanan, kenyamanan dan keselarasan dengan lingkungan masyarakat di sekitar lokasi keberadaan perusahaan tersebut yang membutuhkan suatu ‘model pengelolaan’ yang efektif dan akuntabel serta memberi manfaat lebih berarti dan berkelanjutan, PKBM dapat menjadi solusi terhadap kebutuhan model tersebut.
· Adanya sejumlah besar perguruan tinggi yang memiliki sejumlah besar mahasiswa yang membutuhkan bentuk-bentuk pengabdian masyarakat yang relevan dengan disiplin ilmu masing-masing dan mudah diakses serta memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat, PKBM dapat menjadi wahana pengabdian tersebut.
· Adanya sejumlah jurusan pendidikan luar sekolah dan himpunan mahasiswa jurusan pendidikan luar sekolah serta berbagai organisasi mahasiswa yang memberikan kepedulian besar bagi pembangunan masyarakat di tingkat akar rumput yang membutuhkan wahana aplikasi keilmuan dan idealismenya, PKBM dapat menjadi alternatif menarik bagi kebutuhan tersebut
· Potensi demografi, geografi, budaya dan sumberdaya ekonomi Indonesia membuka munculnya peluang usaha yang dapat digarap oleh PKBM dan melalui kerjasama antar PKBM di seluruh Indonesia
· Kerjasama antar negara baik di antara negara Asia Pasifik maupun dengan Negara lain memungkinkan peluang pengembangan usaha, pembelajaran dan pengembangan masyarakat bagi PKBM
· Adanya amanat konstitusi Negara Republik Indonesia untuk memberikan prioritas kepada pembangunan pendidikan dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar dimana ruang pendidikan non formal selama ini masih belum tergarap dengan sewajarnya.
· Adanya komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menetapkan dasawarsa Education for Sustainability Development, dimana PKBM merupakan salah satu lembaga di tingkat akar rumput yang sangat memungkinkan untuk menjadi agen pelaksananya
THREAT (ANCAMAN)
· Adanya potensi konflik diantara berbagai lembaga yang bertanggungjawab membina dan mengembangkan PKBM, misalnya antara Sub-Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, SKB, BPKB, Sub Dinas Pendidikan Propinsi, BPPLSP, FK-PKBM Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat yang apabila tidak disikapi secara dewasa dapat menimbulkan usaha-usaha kontra produktif bagi gerakan untuk memajukan PKBM
· Dapat muncul adanya sinisme sebagian anggota masyarakat terhadap PKBM jika melihat perilaku beberapa oknum pembina, pengelola dan pelaksana PKBM yang memanfaatkan PKBM untuk mengambil dana negara ataupun dari pihak donor lain untuk keuntungan pribadi semata.
· Adanya beberapa oknum yang merasa ‘terancam’ akan adanya gerakan PKBM yang murni dan kuat sehingga membuat langkah-langkah ‘perlawanan’ yang dapat menghambat gerak maju PKBM agar oknum-oknum tersebut tidak kehilangan ‘keuntungan’ dari ‘manipulasi’ dan KKN proyek PKBM.
IV.5.2 Contoh Hasil Perumusan Visi, Misi dan Target 5 Tahun Pengembangan
PKBM di Indonesia
Visi
Terwujudnya PKBM sebagai gerakan masyarakat akar rumput yang efektif untuk mengatasi kebodohan, kemiskinan dan membangun kesetiakawanan sosial di setiap komunitas di seluruh Indonesia.
Misi
1. Mewujudkan sejumlah besar PKBM yang partisipatif, mandiri, berkelanjutan dan mampu menyelenggarakan program-program yang bermutu serta yang dapat menjawab kebutuhan komunitasnya.
2 Mewujudkan kesadaran yang luas seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya PKBM bagi pembangunan masyarakat dan bersedia berpartisipasi untuk mendukungnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Mewujudkan jaringan kerjasama yang positif, konstruktif, dan kuat baik sesama PKBM maupun antar PKBM dengan berbagai Lintas sektoral, lembaga usaha, lembaga pendidikan, lembaga kemasyarakatan, lembaga keagamaan dan yang lainnya, di tingkat lokal, nasional, maupun internasional dalam rangka pembangunan masyarakat.
Target 5 Tahun
1. Adanya minimum dua PKBM yang memiliki kualifikasi sebagai percontohan (model) PKBM yang partisipatif, bermutu, mandiri dan berkelanjutan di setiap propinsi.
2. Adanya minimum satu propinsi yang dapat memberikan contoh/model dimana penerapan PKBM yang intensif sebagai suatu gerakan masyarakat.
3. Adanya minimun satu PKBM sebagai contoh atau model dalam mengatasi permasalahan komunitas khusus.
4. Minimum 50% program Kesetaraan, program PAUD dan program Keterampilan yang ada di PKBM memiliki mutu yang berkualifikasi baik.
5. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkemuka di Asia Pasifik dalam hal gerakan PKBM (community learning center).
6. 30% PKBM dapat berperan sebagai Community Business Centre dan/atau Community Information Centre dan/atau Community Art & Cultural Centre secara efektif.
7. 75% FK PKBM Propinsi, kabupaten/kota berperan sebagai motor penggerak dalam membangun PKBM sebagai gerakan masyarakat untuk mengatasi kebodohan, kemiskinan dan membangun kesetiakawanan sosial.
8. Minimal 2.000 PKBM berkualifikasi baik.
9. Minimum 50 lembaga/Departemen baru yang memiliki komitmen resmi akan mendukung pengembangan PKBM.
10. Menghasilkan satu juta entrepreneur di seluruh Indonesia melalui PKBM.
11. FK PKBM Indonesia memiliki :
a. Pusat Pelatihan dan Pengembangan PKBM
b. Pusat Pengembangan Bisnis PKBM
12. Adanya minimum 6.000 PKBM di Indonesia
dicopy dari: www.fkpkbm.or.id
Komentar
Posting Komentar
Bagi Kawan-Kawan Mohon untuk tidak memberikan Komentar SPAM, hal ini untuk kita bisa saling menghargai....
Untuk Sementara waktu admin akan memakai moderasi komentar