Direktorat Jenderal Pajak kementerian Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan Siaran Pers Tanggal 4 Oktober 2010 tentang Dana BOS, yaitu Kementrian Keuangan mengeluarkan peraturan yang mengecualikan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
siaran pers
adapun peraturan itu adalah:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR
ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai ;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18 peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d , berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%(nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 8
Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen bersifat final;
b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2010
MENTERI KEUANGAN,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 427
Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 154/PMK.03/2010 yang berlaku efektif tanggal 31 Agustus 2010
siaran pers
adapun peraturan itu adalah:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR
ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai ;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18 peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d , berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%(nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 8
Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen bersifat final;
b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2010
MENTERI KEUANGAN,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 427
Komentar
Posting Komentar
Bagi Kawan-Kawan Mohon untuk tidak memberikan Komentar SPAM, hal ini untuk kita bisa saling menghargai....
Untuk Sementara waktu admin akan memakai moderasi komentar